Kamis, 14 Juli 2016

KODE ETIK KONSELOR

P
ENDAHULUAN Asosiasi bimbingan dan konseling indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi yang beranggotakan guru bimbingan konseling atau konselor dengan kualifikasi pendidikan akademik strata satu (S-1) dari program studi bimbingan dan konseling dan program pendidikan konselor (PKK). Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah kemampuan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi seluruh konseli. Konselor profesional memberikan layanan berupa pendampingan (advokasi) pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip pokok profesionalitas. KODE ETIK KONSELOR PEMBAHASAN A. ETIKA Etika berasal dari bahasa yunani Ethos, yang berarti karekter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or refrence for our control system”. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. B. PROFESI Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi,artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. C. PENGERTIAN KODE ETIK Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjain suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. KODE ETIK KONSELOR Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiataan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan kedala standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis.(Chung,1981) mengemukakan empat asas etis, yaitu : 1. Menghargai harkat dan martabat 2. Peduli dan bertanggung jawab 3. Integritas dalam hubungan 4. Tanggung jawab terhadap masyarakat Kode etik dijadikan sttandart aktivitass anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai pedoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang bertentangan dengan masyarakat. Oteng/ sutisna (1986:364) mendefinisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi. D. TUJUAN KODE ETIK 1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi 2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota 3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggot profesi 4. Untuk meningkatkan mutu profesi 5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi 6. Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi 7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat 8. Menentukan baku standartnya sendiri E. CONTOH PENERAPAN KODE ETIK Kode etik Guru Pembimbing/ Konselor sekolah “konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan kliennya”. Apabila kode etik itu telah diterapkan maka konselor ketika berhadapan dalam bidang apapun demi lancarnya pendidikan diharapkan memilki kepercayaan dengan kliennya dan tidak membuat kliennya merasa tersinggung.

Senin, 01 Juni 2015

Konseliing Untuk Populasi Ketunaan

DISUSUN OLEH ADRI HERMAWAN DOSEN PEMBIMBING : ALI DAUD M.Pd MATA KULIAH : KONSELING POPULASI KHUSUS JURUSAN : BIMBINGAN KONSELING ISLAM - 2 FAKULTAS : ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN – SU MEDAN 2015  DAFTAR ISI DAFTAR ISI i PENDAHULUAN 1 PEMBAHASAN 2 A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Populasi 2 B. Konseling Untuk Ketunaan 3 1. Pengertian dan Ciri-ciri Ketunaan 3 2. Tunanetra 4 3. Tunawisma 6 4. Tunagrahita 8 5. Tunalaras 11 KESIMPULAN 14 DAFTAR PUSTAKA 15   PENDAHULUAN Pada dasarnya manusia diciptakan tidak ada yang sama dengan manusia yang lainnya. Tidak ada seorang manusia yang tidak memiliki kekurangan dan tidak ada manusia yang ingin dilahirkan ke dunia dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Dengan demikian juga tidak ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Maka sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya. Konsekuensi logis bila Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan. Kelahiran seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak mengenal apakah mereka dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, dan keluarga yang beragama atau tidak. Seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dilahirkan pada satu keluarga bukan berarti keluarga tersebut mendapat kutukan, tetapi dilahirkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada satu keluarga karena Tuhan menguji atau memberi kesempatan pada keluarga tersebut untuk berbuat yang terbaik pada anaknya. Sebagai manusia, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsa. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki hak untuk berpendidikan seperti anak yang tidak memiliki kelainan atau anak yang normal. Anak berkebutuhan khusus dalam makalah ini disebutkan sebagai penyandang ketunaan. Dengan adanya bimbingan dan konseling sebagai layanan yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapinya dengan mampu mengarahkan potensi yang dimiliki kearah perkembangan yang optimal dan kemudian dapat mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Berikut dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana peran BK dalam membantu penanganan tunanetra, tunawisma, tunalaras, dan tunagrahita. KONSELING UNTUK KETUNAAN A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Populasi Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpprestasi-intrepretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara dan teknik pengubahan tingkah laku lainnya oleh seorang ahli atau konselor kepada individu-individu yang sedang menghadapi masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan teratasinya masalah yang dihadapi akan membangkitkan semangat dan gaya berperilaku yang lebih baik pada diri klien sehingga dengan dilaksanakannya konseling diharapkan akan membahagiakan diri klien dan lingkungannya. Prayitno dan Erman Amti merumuskan pengertian singkat yakni konseling adalah proses pemberian bantuan, dilakukan memalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah, dan bermuara pada teratasinya kehidupan klien. Berkaitan dengan judul makalah, dapat diambil pengertian terhadap Bimbingan dan Konseling sebagai pelayanan yang dilaksanakan dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannnya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayananan tersebut diselenggarakan demi tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan manusia menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu maupun kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan kegiatan itu adalah manusia dengan segenap derajat, martabat dan keunikannya masing-masing yang terlibat didalamnya. Proses Bimbingan dan Konseling seperti itu melibatkan manusia dan kemanusiaannya sebagai totalitas yang menyangkut segenap potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungannya, perkembangannya, dinamika kehidupannya, permasalahan-permasalahannya, dan interaksi dinamis antara berbagai unsur yang ada itu. Konseling populasi itu sendiri merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli (individu atau kelompok) yang mengalami suatu masalah dengan ciri-ciri yang sama dan menempati ruang yang sama pada waktu tertentu secara khusus sehingga konseli memperoleh pemahaman yang lebih tentang dirinya, lingkungannya, dan masalahnya, serta mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dengan mampu mengarahkan potensi yang dimiliki kearah perkembangan yang optimal dan kemudian dapat mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. B. Konseling Untuk Ketunaan 1. Pengertian dan Ciri-ciri Ketunaan Istilah yang berkaitan dengan ketunaan yaitu luar biasa, berkelainan, cacat, dan abnormal. Istilah-istilah tersebut pada hakekatnya digunakan untuk membedakan anak dalam kelompok istilah tersebut dengan anak normal pada umumnya. Luar biasa, berkelainan, dan abnormal pada umumnya dipahami sebagai suatu kondisi dimana terdapat penyimpangan-penyimpangan, baik ke arah negatif maupun positif, dari kondisi rata-rata atau pada umumnya. Tuna/cacat merujuk pada kondisi penyimpangan ke arah negatif. Ketunaan mengandung beberapa ciri, yaitu: a. Ditunjukkan dengan adanya peyimpangan dari rata-rata normal dalam perkembangannya, b. Penyimpangan yang terjadi bergerak ke arah ekstrim negatif, c. Menggambarkan suatu kondisi atau kemampuan seseorang yang cenderung negatif, d. Kondisi yang negatif tersebut dapat berupa kekurangan, kelemahan, kehilangan, hambatan, kesulitan, atau gangguan dalam aspek-aspek fisik, penginderaan, mental, emosi, sosial, belajar, atau gabungan dari hal-hal tersebut. e. Akibat dari semua itu dapat berupa tidak atau kurang berfungsinya kemampuan seseorang secara wajar dalam melakukan aktivitas sehari-hari atau dalam melakukan irtteraksi dengan lingkungannya. f. Untuk mengembangkan potensinya secara maksimal diperlukan suatu Jayanan pendidikan secara khusus yang berbeda dengan layanan pendidikan pada umumnya. g. Bentuk layanan pendidikan secara khusus tersebut adalah perlunya modifikasi-modifikasi layanan pendidikan, serta layanan lain yang diperlukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing jenis ketunaan. 2. Tunanetra a. Pengertian Ketunanetraan merupakan gangguan dan hambatan dalam fungsi penglihatan. Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tuna netra. Pengertian tuna netra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”, “low vision” atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tuna netra. Dari uraian di atas, pengertian anak tuna netra adalah individu yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut: a. Ketajaman penglihatan kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas. b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu. c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak. d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan. Dari kondisi-kondisi di atas, pada umumnya yang digunakan sebagai patokan apakah seorang anak itu termasuk tuna netra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatanya. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes spellen card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tuna netra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21, artinya berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter. b. Faktor penyebab Secara etiologi, timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh factor endogen dan faktor eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen, seperti keturunan (herediter) atau karena faktor eksogen seperti penyakit, kecelakaan, obat-obatan dan lain sebagainya. Demikian pula dari kurun waktu terjadinya, ketunanetraan dapat terjadi pada saat anak masih berada dalam kandungan, saat dilahirkan, maupun sesudah kelahiran. Penyebab kebutaan pada anak bisa secara sederhana diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu sebagai berikut:  Faktor-faktor yang berpengaruh pada saat konsepsi, misalnya penyakit genetik.  Faktor-faktor yang berpengaruh pada masa kandungan, misalnya rubella.  Faktor-faktor yang berpengaruh pada saat persalinan, misalnya retinopati prematuritas.  Faktor-faktor yang berpengaruh pada masa anak-anak, misalnya defisiensi vitamin A. Penyebab utama kebutaan pada anak dalam masyarakat ditentukan oleh status sosial ekonomi dari masyarakat dan tingkat pelayanan kesehatan yang ada. c. Peran BK terhadap ketunanetraan Seorang tunanetra biasanya merasakan kebimbangan dalam hidup, sehingga mengakibatkan kecemasan dalam tingkah laku sehari-hari, yang ditimbulkan dari kurangnya pengetahuan dalam keagamaan. Dalam hal ini pembimbing dituntut bukan hanya sebagai transformator tetapi juga sebagai motivator yang dapat menggerakkan anak tunanetra dalam belajar dengan menggunakan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia sebagai pendukung tercapainya tujuan, yaitu tercapainya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Bimbingan Konseling Islam merupakan suatu upaya untuk membantu individu dalam mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pemberian bantuan layanan konseling hendaknya dilakukan oleh orang yang berkemampuan tinggi dalam melaksanakan komunikasi dengan penyandang tuna netra dan menjadi suri tauladan dalam tingkah laku serta bersikap melindungi mereka dari kesulitan-kesulitan yang ada. Dengan melihat permasalahan-permasalahan yang dialami oleh penyandang tunanetra lebih seringnya muncul karena pemahaman keagamaan yang kurang, banyak penyandang tuna netra tidak menyadari bahwa kemuliaan manusia tidak mutlak dinilai dari kesehatan jasmani, namun lebih diutamakan pada kesehatan rohaninya. Maka Bimbingan dan konseling yang bernuansakan Islami akan lebih tepat ketimbang Bimbingan dan konseling umum. Dalam pelaksanaan penyelesaian masalah terhadap penyandang tuna netra ada beberapa metode yang kami tawarkan, yaitu yang terdapat dalam fungsi preventif, kuratif, presentative, dan developmental. Metode yang digunakan dalam fungsi preventif adalah metode ceramah dan tanya jawab. Dengan menggunakan metode ceramah, penyandang tuna netra akan lebih mudah dalam memahami pengertian agama maupun ajaran-ajaran agamanya, karena metode ini dirasa lebih nyaman, mereka hanya duduk sambil mendengarkan pembimbing memberikan ceramahnya. Sedangkan metode tanya jawab dimaksud, agar apa yang disampaikan oleh pembimbing yaitu berupa materi keagamaan lebih mengena pada anak tuna netra, dengan membuka tanya jawab tentang materi yang disampaikan oleh pembimbing ataupun tentang materi yang belum dipahaminya. Dengan fungsi kuratif, penyandanng tuna netra didekati dan diajak ngobrol tentang masalah yang terjadi pada dirinya, sehingga akan mempermudah bagi pembimbing untuk melakukan pengobatan ataupun memecahkan masalah. Penyandang tuna netra akan lebih terbuka tentang permasalahan pribadinya jika menggunakan pendekatan konseling atau pendekatan individu. Hal ini, dirasa lebih nyaman bagi anak tuna netra dari pada harus mengutarakan permasalahannya didepan teman-temannya atau dengan bimbingan kelompok. Fungsi preservative sangat dibutuhkan dalam membantu penyandang tuna netra memahami keadaan yang dihadapinya, memahami sumber masalah, dan penyandang tuna netra akan mampu secara mandiri, mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Fungsi developmental merupakan fungsi bimbingan konseling Islam yang terfokus pada upaya pemberian bantuan berupa pemeliharaan dan pengembangan situasi dan kondisi penyandang tuna netra yang telah baik agar tetap menjadi baik atau bahkan lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah. 3. Tunawisma a. Pengertian dan ciri-ciri tunawisma Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tunawisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung. Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada orang-orang yang mengalami keadaan tunawisma. Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut: • Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan • Kondisi pisik para Tunawisma tidak sehat. • Para Tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya. • Para Tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya. b. Faktor Penyebab Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang Tunawisma. Mulai dari permasalahan psikologis, kerenggangan hubungan dengan orang tua, atau keinginan untuk hidup bebas. Namun alasan yang terbanyak dan paling umum adalah kegagalan para perantau dalam mencari pekerjaan. Cerita-cerita di kampung halaman tentang kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk turut meramaikan persaingan di kota besar. Beberapa di antaranya memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama dalam perantauan. Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena malu bila pulang ke kampung halaman. Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan. Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada kota-kota kecil. Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tunawisma untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih sempit daripada tempat dimana mereka tinggal sekarang. Mereka memutuskan untuk tetap meminta-minta, mengamen, memulung, dan berjualan seadanya hingga pekerjaan yang lebih baik menjemput mereka. Selain itu, masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu kemiskinan yang sangat mempengaruhi munculnya tunawisma. Permasalahan yang sangat dirasakan oleh kaum miskin yaitu permasalahan sosial ekonomi mereka, yakni karena mereka tidak mempunyai ekonomi yang cukup mereka tidak bisa membeli rumah sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tunawisma (gelandangan). c. Peran BK Bimbingan dan Konseling memiliki peran yang tidak terlalu besar terhadap permasalahan tunawisma, karena permasalahan ini lebih mengarah kepada naterial dan ekonomi, untuk itu konselor harus bekerja sama dengan pihak pemerintahan dalam penanganan masalah tunawisma ini. Hal yang bisa dilakukan adalah meliputi beberapa tahap sebagai berikut : 1) Tahap persiapan Karena tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam duatu tempat, seperti asrama atau panti sosial. Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para Tunawisma. 2) Tahap Penyesuaian diri Setelah para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus. 3) Tahapan pendidikan yang berkelenjutan Setelah beberap para tunawisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak. 4. Tunagrahita a. Pengertian dan ciri-ciri Tunagrahita Mental atau kecerdasan bagi manusia merupakan perangkat kehidupan yang paling sempurna, sebab kecerdasan adalah suatu yang dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lain yang ada di muka bumi. Dengan bekal kecerdasan mental yang memadai, semangat hidup lebih indah dan harmonis, sebab melalui kecerdasan mental manusia dapat merencanakan atau memikirkan hal-hal yang sangat bermanfaat serta menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Tunagrahita adalah berupa kelainan mental. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika: • secara sosial tidak cakap, • secara mental di bawah normal, • kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, • kematangannya terhambat Kemudian tentang ciri-ciri anak yang mengalami tunagrahita di bagi menjadi beberapa karakteristik, yaitu: 1) Karakteristik anak tunagrahita ringan Lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya, mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun. 2) Karakteristik anak tunagrahita sedang Anak tunagrahuta sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan.mereka hampir selalu bergantunga pada perlindungan orang lain. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan sama dengan anak umur 7/8 tahun. 3) Karakteristik anak tunagrahita berat Pada anak tunagrahita berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan orang lain, mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya harus dibantu) b. Faktor-faktor yang Menyebabkan Tunagrahita Menurut Mohammad Efendi faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi tunagrahita adalah sebagai berikut: - Sebab terjadinya kurun waktu • Dibawa sejak lahir (faktor endogen) • Faktor dari luar (faktor eksogen) - Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan • Kelainan atau ketunaan yang timbul pada jenis plasma • Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyeburan telur • Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi • Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embiro • Kelainan atau ketunaan yang dari luka saat kelahiran • Kelainan atau ketunaan yang yang timbul dalan janin • Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak - Tunagrahita terjadi karena • Radang otot • Gangguan fisiologis • Faktor hereditas (keturunan) • Pengaruh kebudayaan c. Peran BK Tunagrahita adalah penyakit yang berkaitan dengan IQ, yang tidak bisa berubah. Jadi BK harus bekerja sama dengan pihak orang tua dan guru dalam penangan anak penyandang tunagrahita. Adapun hal yang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode sebagai berikut : - Pendidikan di rumah Pembentukan identitas anak menurut Islam, dimulai jauh sebelum anak itu diciptakan. Pertumbuhan kepribadian anak terjadi melalui seluruh pengalaman yang diterimanya sejak dalam kandungan. Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua. Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam megajarkan berbagai ilmu dan keterampilan yang selalu berkembang dan dituntut perkembangannya bagi kepentingan manusia. Dalam menghadapi anak-anak yang berkebutuhan khusus (tunagrahita) dalam pembelajaran tidak hanya di sekolah tetapi juga dilakukan oleh orang tua mereka sendiri: a) Menyediakan bagi sarana dan prasarana yang akan merangsang dan motivasi bagi anak-anak berbuat sesuatu. b) Senantiasa membantu anak dalam menggunakan kedua tangannya, misalnya bertepuk tangan, melempar bola, menangkap bola dan lain-lain. c) Membantu anak mengfungsikan segala kemampuan sesuai keterbatasan dan perkembangannya, (gerak atau motor halus dan kadarnya, alat-alat indranya dan sebagainya) - Pendidikan di sekolah Suatu program pembelajaran yang dibuat oleh guru kelas dengan memperhatikan keberadaan dan kebutuhan sesuai peserta didik, dalam proses kegiatannya diterapkan intervensi guru berupa model intervensi beraneka macam yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik agar mampu mencapai sasaran dan tujuan pembelajarannya. - Melaksanakan layanan BK seoptimal mungkin terhadap anak yang mengalami tunagrahita. 5. Tunalaras a. Pengertian dan Ciri-ciri Tunalaras Istilah tunalaras berasal dari kata tuna dan laras. Tuna berarti kurang, laras berarti sesuai. Jadi anak tunalras adalah anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Tunalaras adalah anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Anak tunalaras ini tidak sama dengan anak yang mengakami kerusakan fisik, seperti kerusakan pendengaran atau penglihatan. Berbeda hal dengan anak tunalaras, gangguan bukan bersifat fisik melainkan pada perilaku yang bertentangan dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat tempat ia berada. Anak yang mempunyai kelainan perilaku umumnya tidak mampu untuk berteman karena yang bersangkutan selalu menemui kegagalan saat melakukan hubungan social dengan orang lain. Kegagalan mengadakan hubungan dengan orang lain ini disebabkan oleh adanya ketidakpuasan dirinya terhadap elemen-elemen lingkungan sosialnya. Dengan kelainan perilaku yang dimiliki oleh anak tunalaras, sehingga dalam menyampaikan materi pembelajaran disekolah perlu adanya metode khusus untuk anak-anak tersebut, tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya. Anak-anak yang berkategori tunalaras umumnya belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Dari pemafaran sebelumnya secara garis besar anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan sosial dan atau emosinya, serta mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di masyarakat. Adapun ciri-ciri anak tunalaras sebagai berikut: - Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial - Anak yang mengalami gangguan emosi b. Faktor Penyebab Menurut Kauffman, penyebab ketunalarasan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu faktor keluarga, biologis dan sekolah. - Faktor Keluarga Faktor dari keluarga yang dimaksud adalah adanya patologis hubungan dalam keluarga. - Faktor Biologis Perilaku dan emosi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam diri sendiri. Faktor tersebut yaitu “keturunan (genetik), neurologis, faktor biokimia atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut”. - Faktor sekolah Ada beberapa anak mengalami gangguan emosi dan perilaku ketika merekamulai bersekolah. Pengalaman di sekolah merupakan kesan dan arti penting bagi anak-anak. Kompetensi sosial ketika anak-anak saling berinteraksi dengan perilaku dari guru dan teman sekelas sangan memberi kontribusi terhadap permasalahan emosi dan perilaku. c. Peran BK Dalam penanganan tunalaras seorang konselor bisa melakukannya dengan menggunakan beberapa pendekatan-pendekatan teoritis yang juga dilakukan dengan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti berikut: 1) Pendekatan Biomedis (Biomedical Approach) Pendekatan ini berusaha untuk menerangkan dan memperlakukan hambatan emosi dan perilaku dari sudut pandang kedokteran. Strategi ini menggunakan obat dan penanganan medis. 2) Pendekatan psikodinamik (Psychodinamic Approach) Pendekatan ini menitik beratkan pada kehidupan psikologis siswa. Berusaha memahami dan memecahkan kesulitan-kesulitan yang difokuskan pada penyebab-penyebab hambatan. Memandang pada kehidupan internal siswa ini dianjurkan pada orang-orang yang menangani kelainan emosi. 3) Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach) Pendekatan ini difokuskan pada perilaku, ketimbang mencoba memahami penyebab-penyebab perilaku yang ada. Pendekan ini berusaha untuk mengubah perilaku yangmerupakan problematika sosial dan personal bagi siswa itu. Tujuan pendekatan ini adalah untuk menghilangkan kesulitan perilaku-perilaku dan menggantinya denganperilaku yang lebih layak secara sosial. 4) Pendekatan Pendidikan (Educational Approach) Penangan pembelajar dapat membantu siswa berhasil secara akademis mungkin berdampak pada kehidupan emosi dan sikap siswa. Program pengajaran yang tertata rapi dengan harapan-harapan yang diucapkan secara jelas dapat menjadi pusat bagi keberhasilan siswa di sekolah. 5) Pendekatan ekologi (Ecological Approach) Pendekatan ini menitik beratkan pada interaksi faktor-faktor dan tekanan-tekanan dalam masyarakat. Dalam komunitas kehidupan sosial, emosi dan perilaku muncul dan mempunyai dampak pada setiap kehidupan siswa. Pendekatan ekologi menekankan perlunya pemahaman siswa kedalam konteks kehidupan mereka secara total. KESIMPULAN Luar biasa, berkelainan, dan abnormal pada umumnya dipahami sebagai suatu kondisi dimana terdapat penyimpangan-penyimpangan, baik ke arah negatif maupun positif, dari kondisi rata-rata atau pada umumnya. Tuna/cacat merujuk pada kondisi penyimpangan ke arah negatif. Proses Bimbingan dan konseling hadir dengan melibatkan manusia dan kemanusiaannya sebagai totalitas yang menyangkut segenap potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungannya, perkembangannya, dinamika kehidupannya, permasalahan-permasalahannya, dan interaksi dinamis antara berbagai unsur yang ada itu. Ketunaan adalah masalah yang berkaitan dengan dunia medis dan psikologi. Untuk itu konselor harus bekerja sama dengan kedua pihak ini dalam menangani masalah ketunaan yang akan mengganggu perkembangan manusia baik pribadi, belajar, sosial dan karirnya. DAFTAR PUSTAKA Abu Bakar M. Luddin. Konseling Individual dan Kelompok (Aplikasi dalam praktek konseling). Bandung. 2012. Cita Pustaka Media Perintis Effendi, Muhammad. Pengantar Psikodagogika Anak Berkelainan. Jakarta. 2006. Bumi Aksara Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta. 2001. UII Press http://aboutmidwifery.blogspot.com/2009/06/makalah-tunawisma-pendahuluan.html, 21.00 WIB Tanggal 12 April 2015 http://ahmadvirz.blogspot.com/2013/01/konseling-populasi-khusus.html. pada 20.00 WIB tanggal 12 April 2015 http://swagwildnyoung.blogspot.com/2014/03/keberbakatan-dan-ketunaan.html. pada pukul 21.00 12 April 2015 Melfiawati. Pencegahan Kebutaan Pada Anak. Jakarta. 1998. Penerbit Buku Kedokteran EGC Nafisah Ibrahim dan Rohana Aldy. Etiologi dan Terapi Tunalaras. Jakarta. 1995. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru Skripsi Siti Nur Hidayah. Pendidikan Agama Pada Anak Tunagrahita. Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah STAIN Salatiga. 2011 Somantri, T. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. 2006. Refika Aditama Sunardi. Orhopedagogik Anak Tunalaras I. Jakarta. 1985. Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru Syaiful Akhyar Lubis. Konseling Islami dan Kesehatan Mental. Bandung. 2011. Cita Pustaka Media Perintis